Keesokan paginya, semua awalnya terlihat berjalan lancar. Karena antisipasi berlebihan, saya tiba di bandara 3 jam sebelumnya, gate pun belum dibuka. Sempat telepon Adhi dulu dan meyakinkan dia untuk jangan cerita siapa-siapa (meski akhirnya saya tulis juga di blog ini, lol). Beberapa jam kemudian saya sudah berada di pesawat menuju Toronto.
Kemudian saya menyadari, there could be another challenge. Karena di Toronto saya harus membuat study permit sebelum lanjut ke connecting flight, dan saat itu waktu transit saya kurang dari 90 menit sebelum pesawat menuju Edmonton berangkat. And it would be utterly stupid if I miss another flight during this trip.
Pesawat pun landing di Toronto, dan saya sudah siapkan semangat terambis saya untuk menyerbu barisan manusia di airport demi mencapai antrian sedepan-depannya di Canada Borders and Immigration. Dan benar saja dugaan saya, antriannya sangat panjang hingga saya betul-betul panik apakah saya bisa tepat waktu mengejar flight selanjutnya.
Setelah menunggu pergerakan yang sangat memakan waktu di antrian tersebut (dan dua kali antri pula) dan study permit saya pun terbit setelah interview yang bikin gemas karena interviewer saya kelewat santai sementara saya gak berani minta buru-buru karena takut study permit saya malah gak terbit, saya langsung lari sekencang-kencangnya menuju gate. Dan ternyata… jauh. Banget. Parah. Kacau. Saya gak ingat mana yang lebih capek, saat lari-lari di LHR mengejar pesawat menuju Toronto yang akhirnya saya ketinggalan, atau pada saat itu. Betul-betul gak ada detik yang gak saya habiskan dengan berlari, saya cuma jalan karena memang mesti antri di security check seperti normalnya. Saya masih ingat betapa ingin nangisnya saat itu karena saya mengecek jam tangan saya setiap menit, menyadari bahwa pasti kalaupun saya beruntung saya akan jadi the last passenger on board. Di escalator dan di manapun saya terus lari dengan kecepatan dan durasi yang jauh melebihi tes lari jaman TPB di ITB (kebayang kan capeknya!) sampai akhirnya, kurang dari lima menit sebelum closing gate saya sampai di gate tersebut.
I was indeed the very last passenger to board. Kurang dari satu menit setelah saya duduk, pesawat pun take off.
MasyaAllah.
Saat itu hanya rasa syukur yang ada. Akhirnya saya di penerbangan final menuju Edmonton, menuju tempat yang sudah saya nanti-nantikan sejak berbulan-bulan lalu, gak harus lagi merasa deg-degan sepanjang penerbangan.
And it was worth it. I liked Edmonton from the very first time, I had Tim Horton’s for the very first time (and got one free double-double somehow! Yay), I knew I’m going to love being here for the upcoming two years.
Meskipun dua bagasi saya ternyata nyasar, dan saya yakin sepenuhnya itu masih tertinggal di London saat transisi dari Emirates ke Air Canada. Betul-betul sudah jatuh tertimpa tangga. But well, just a reason to shop new clothings, lol.